Saturday, November 17, 2018

Nenek Moyangku Bukan Hanya Seorang Pelaut, Namun Juga Peladang

Tags


Mereka bilang nenek moyangku adalah seorang pelaut. Mereka bilang nenek moyangku sangat tangguh mengarungi laut bebas. Mereka bilang nenek moyangku tidak gentar ketika melawan badai. Mereka bilang nenek moyangku tak akan mundur ketika layar telah dikembangkan.

Sering mendengarkan kalimat yang mirip diatas? Jika ia, selamat! Masa kecil anda pasti bahagia karena dipenuhi lagu anak-anak. Bukan seperti sekarang ini (kids zaman now) dimana dunia anak-anak dipenuhi oleh lagu percintaan yang ujung-ujungnya akan galau. 

Beberapa kalimat diatas memang kata-katanya  tidak sama persis dengan lirik lagu yang berjudul 'Nenek Moyangku Seorang Pelaut'. Namun makna yang tersirat tetaplah sama, menceritakan bagaimana hebatnya nenek moyang kita dalam mengarungi lautan. Lagu karya Ibu Soed ini dulunya sering kami nyanyikan ketika masa kanak-kanak. Bahkan sampai sekarangpun, kadang-kadang saya menyanyikannya disaat momen tertentu. Misalnya ketika menaiki kapal.

Namun saya tidak lantas percaya dengan apa yang dikatakan mereka tentang nenek moyangku. Bisa saja itu hanya merupakan karangan mereka. Bisa saja itu hanya sebuah lagu untuk menghibur kami semua.
Kepolosan yang disertai keingintahuan besar akhirnya mengantarkan saya untuk bertanya kepada orang tua.

"Benar, nenek moyangmu adalah pelaut yang hebat". Uwak menjawab dengan tersenyum sambil mengusap rambutku.

Uwak adalah panggilan untuk seorang ayah.

Saat itu saya masih berumur tujuh tahun. Tentu saja rasa keingintahuan saya akan suatu hal sangat besar. Seperti yang satu ini, tentang nenek moyang saya.

Meskipun sudah dijawab oleh Uwak, namun tetep saja saya selalu melontarkan pertanyaan yang baru. Jika benar nenek moyang saya adalah seorang pelaut, kenapa kehidupan kami berkutat di pertanian, bukan dilautan. 

"Lihatlah diri kita sekarang, Nak. Kita berada jauh dari Pulau Sulawesi, tempat asal mula nenek moyangmu berada. Beribu-ribu kilometer mereka berlayar, hingga akhirnya sampai kesini. Saat itu belum ada yang namanya mesin untuk menggerakkan kapal. Pelayaran masih sangat tergantung dengan keadaan angin". Uwak kembali menjelaskan.

Uwak selalu sabar menjawab setiap pertanyaan yang terucap dari mulutku. Malahan beliau tampak senang ketika menceritakannya. Sesekali disaat bercerita, uwak menyeruput teh hangat, minuman kesukaaannya.

Nenek moyangku adalah seorang pelaut yang ulung. Ketika layar kapal dikembangkan, pantang baginya untuk kembali kedaratan sebelum sampai ditujuan. Kepiawaiannya dalam mengarungi laut yang luas telah terkenal dimana-mana. Tidak  heran jika saat itu mereka berlayar sampai ke semenanjung Melayu bahkan antar benua.

Tak ada rasa khawatir ketika malam tiba mendekap. Semuanya diserahkan kepada Tuhan, Sang Pemilik Skenario dalam kehidupan. Baginya lautan adalah sahabat dan rasi bintang adalah penunjuk jalan ketika berlayar.

Ada banyak alasan kenapa nenek moyangku senang berlayar. Yang pertama adalah karena jiwa mereka adalah petualang, senang akan tantangan dan hal yang baru. Yang kedua adalah karena mereka sangat gemar berdagang. Yang ketiga adalah karena mereka ingin mencari penghidupan yang lebih baik dan merdeka atas penindasan. 

Kesenangan nenek moyangku akan hal yang baru telah membawanya berpetualang ketempat yang baru pula. Mereka banyak melakukan persinggahan diberbagai daerah dan berinteraksi dengan masyarakat setempat. Baginya hal tersebut adalah kesempatan yang sangat berharga.

Kegemaran dalam berdagang, secara tidak langsung juga memaksa mereka untuk pandai dalam berlayar. Hal tersebut agar dagangan mereka bisa dibawa dari satu pulau kepulau yang lainnya, lalu kembali dengan membawa keuntungan. Meskipun pada kenyataannya, banyak yang menetap ditempat yang baru.

Ketika berlayar dengan membawa banyak dagangan, tentunya banyak ancaman yang mungkin akan dihadapi. Bukan hanya kapal yang sarat, kerasnya ombak dan kuatnya badai, melainkan juga para perompak yang bisa saja menghadang didalam pelayaran. Namun siapa pula yang berani melakukannya, karena bagi nenek moyangku hak harus selalu tetap dipertahankan. Mereka akan rela mati demi mempertahankan barang miliknya.

Nenek moyangku bukan hanya sekedar penikmat berlayar. Tetapi mereka juga terkenal sebagai pembuat perahu untuk berlayar. Kalian pernah melihat uang kertas 100 rupiah? Ya, disitu ada gambar kapal pinishi yang merupa salah satu karya nenek moyangku. Dengan kapal itulah, nenek moyangku melanglang buana hingga kemana-mana.

Namun apakah nenek moyangku hanya seorang pelaut, kawan? Jawabannya tentu sajas tidak. Nenek moyangku juga merupakan seorang peladang yang hebat. Mereka sangat pandai dalam hal bercocok tanam.

Seperti sebagian besar masyarakat Indonesia, nenek moyangku makanan pokoknya adalah juga nasi. Karena itulah mereka harus menanam padi untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Mereka dulunya menebang hutan belantara hingga menjadi lahan perkebunan dan perladangan.

Saking pandainya nenek moyangku dalam berladang, mereka bisa tahu kapan saat yang tepat untuk menyemai benih. Semua itu diperolehnya dengan membaca keadaan alam sekitar.

Hingga tibalah saat panen. Semua orang saat itu bersuka cita menyambutnya. Saat itu juga akan dilaksanakan acara mappadendang, ungkapan rasa syukur atas hasil panen yang didapat.

"Nenek moyangmu bukan hanya seorang pelaut yang hebat, namun juga peladang yang pandai". Uwak kembali menegaskan tentang bagaimana nenek moyangku.

Media Sosial yang digunakan:


EmoticonEmoticon