Tuesday, February 11, 2020

Perjalanan Panjang Menuju Ketapang Part 1

Perjalanan Panjang Menuju Ketapang. Sebenarnya cerita perjalanan ini sudah cukup lama, kurang lebih satu bulan yang lalu. Namun dikarenakan banyak pengalaman menarik dalam pertualangan tersebut, rasanya sangat disayangkan jika kenangan-kenangan tersebut hilang bersama putaran waktu. Yah, kalau meminjam kata gaul anak sekarang adalah late post. Sesuatu yang telah lama terjadi, tetapi baru sempat diceritakan sekarang.

Berawal dari akhir tahun yang diidentik dengan liburan panjang. Rasanya sangat sia-sia jika dimalam tahun baru hanya dihabiskan untuk duduk termenung sambil memikir yang tidak karuan. Bukankah kalau banyak melamun entar jadi korban godaan setan? Mau main handphone biar ada aktifitas, yang ada malah stalking postingannya si Dia. Ayo siapa yang masih sering stalking status mantan disaat waktu luang? Ternyata move on itu tidak semudah yang dikatakan.

Untuk menghindari hal yang unfaedah tersebut, maka saya pun iseng-iseng menanyakan agenda teman diakhir tahun. Tanpa menunggu lama, chat saya melalui whatsapp langsung dibalas, yang kecepatannya mungkin menyamai kecepatan cahaya.

Saat itu minus lima hari sebelum tahun baru. Kebetulan teman yang diatas tadi mengajak untuk liburan bareng ke Pulau Datok yang ada di Kabupaten Kayong Utara. Tanpa banyak tanya lagi, saya langsung menanyakan berapa biayanya? (cuma satu pertanyaan). Maaf, masalah keuangan itu sangat penting. Jangan sampai ingin berpergian jauh namun dompet ternyata tipis. Yang ada malah jadi gelandangan disana dan tidak pulang-pulang seperti Bang Toyeb.

Dia menyebutkan angka  400 ribuan untuk biaya transportasi dan makan selama 3-4 hari. Kebetulan saat itu didompet ada setengah juta (biar kedengaran banyak), dan saya rasa itu sudah cukup untuk melakukan liburan diakhir tahun baru. Meskipun pada akhirnya uang tersebut berkurang karena kebutuhan sehari-hari sebelum berangkat. 

Hari yang diidam-idamkan akhirnya tiba. Burung-burung disekitar rumah bercuit-cuitan dengan riang. Entah mereka senang karena menyambut matahari pagi atau sedang menemukan banyak makanan, yang pastinya mereka sama sepeti saya. Sama-sama bahagia. Diatas meja terdengar suara pesan masuk. Dengan pakaian yang masih menggantung dileher, saya buru-buru meraih handphone tersebut dan membukanya.

Isi pesannya begini. 'Bang, liburan ke Pulau Datok tidak jadi. Kawan yang bersangkutan ada halangan'. Seketika saya mematung dengan keadaan mulut menganga. Secepatnya saya langsung beristighfar dan sadar kalau malam tahun baru akan dihabiskan didalam kamar. Saya pun langsung berlari kebelakang dan menangis dibawah keran air.

Belum sempat nangis dibawah keran air, sebuah pesan dari orang yang sama  masuk lagi. Kali ini ia menyarankan bagaimana jika liburannya tetap dilakasanakan. Hanya saja tujuan wisatanya yang berbeda. Jika awalnya akan menyeberang ke sebuah pulau, maka untuk ini masih didaratan besar Pulau Kalimantan. Tanpa perlu banyak tanya lagi saya langsung menjawab, YES.

Meskipun hanya berdua, namun liburan saat itu tetap dilaksanakan. Tujuan liburan kami jatuh pada sebuah daerah yang ada di selatan Kalimantan Barat. Tepatnya di Kabupaten Ketapang. Meskipun jaraknya jauh, tidak sedikitpun menyurutkan semangat untuk liburan. Apalagi katanya di Ketapang banyak tempat wisata yang bisa didatangi.

Nah, sebelum melanjutkan cerita perjalanan saya, alangkah lebih baiknya kita mengenal dulu sekilas tentang Kabupaten Ketapang. Biar tulisan ini bisa memberikan edukasi, yah walaupun secuil.

Nama Ketapang tentunya banyak digunakan sebagai nama tempat. Salah satu contohnya adalah yang ada di Banyuwangi. Jadi jangan heran jika mengetikkan kata kunci wisata Ketapang maka muncul pula nama tempat tersebut. Untuk itu penulis menekankan lagi bahwa cerita ini berlatarkan disebuah daerah yang ada di Pulau Kalimantan.

Kabupaten Ketapang merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Kalimantan Barat. Pusat pemerintahan sekaligus perekonomian kabupaten ini berada di Kecamatan Delta Pawan. Dari sekian kabupaten, Ketapang merupakan kabupaten dengan wilayah yang paling luas, bahkan lebih luas dari Kabupaten Kapuas Hulu. Selain itu, daerah yang dijuluki sebagai Kota Ale-Ale ini juga berbatasan langsung dengan Provinsi Kalimantan Tengah. Jadi bisa dibayangkan bagaimana pajangnya perjalanan kami nanti. Ok, lanjut keceritanya.

Minus 2 hari tahun baru. Waktu sudah menunjukkan pukul satu siang. Teman yang akan menjadi kawan liburan juga sudah datang. Oh iya, saya perkenalkan dulu, namanya Suryansyah. Biasanya dipanggil Yansah, biasa juga dipanggil Cuan (entah dari mana panggilan ini bermula). Dia merupakan seorang aktivis kampus yang senang melakukan perjalanan dan ikut organisasi. Saking aktifnya, disetiap group media sosial yang saya masuki selalu nongol akunnya. Tidak terbayang bagaimana banyaknya laporan pemberitahuan di ponselnya

Baru saja mau berangkat tiba-tiba hujan yang tanpa diundang datang. Turun dari langit membasahi bumi Khatulistiwa yang saat itu lagi panas-panasnya. Sambil menunggu redah, kami memanfatkan untuk berdiskusi kecil mengenai jalur yang akan dilaluii ketika berangkat. Dengan pertimbangan ini itu akhirnya kami memutuskan untuk melalui jalur darat.

Setidaknya ada banyak jalan menuju Ketapang. Yang pertama adalah jalur darat dengan melalui Jalan Transkalimantan. Yang kedua adalah jalur air, yaitu dengan menggunakan motor klotok melalui pangkalan Senghie ataupun Rasau Jaya. Yang ketiga adalah jalur udara melalui bandara Supadio di Pontianak.

Hujan sudah redah, tanpa membuang-buang waktu lagi kami langsung bergegas berangkat. Setidaknya melakukan perjalanan disaat cuaca yang mendung membauat perjalanan terasa lebih enak. Yah meskipun pada akhirnya harus melawan sedikit kemacetan disaat menyeberang jembatan Kapuas 2.

Tapi yang menjadi masalah adalah hujan sepertinya juga ikut nimbrung dalam perjalanan kami. Oleh karena itu sempat beberapa kali kami mampir untuk berteduh dalam waktu yang lama. Akhirnya waktu kami harus dihabiskan untuk melihat tetesan air dari ujung genteng. Inilah hukuman dari sebuah keteledoran, sudah tau musim hujan masih juga tidak membawa perlengkapan. Nasibmu lah nak..

Sebenarnya jas hujan ada, namun hanya bisa digunakan oleh satu orang saja. Mana pula saya membiarkan Yansah kehujanan dibelakang sambil menengadahkan muka diatas meminum air. Yang ada malamnya bisa jadi sakit perut karena kembung.

Kami pun menghentikan kendaraan disebuah kaki bukit. Selain karena hujan yang sudah tidak bisa diajak kompromi, melainkan disitu juga ada sebuah tempat yang bisa dijadikan untuk berteduh. Sebuah rumah yang masih dalam proses pembangunan.

Hanya kami berdua yang bertahan lama dirumah tersebut. Pengendara lainnya hanya mampir sebentar, kemudian melanjutkan perjalanan kembali setelah memasang jas hujan. Dalam hitungan detik mereka hilang diturunan jalan.

Sebenarnya yang namanya menunggu itu memang sangat membosankan. Tapi syukurlah disini masih ada sinyal yang membuat akses informasi masih bisa dilakukan. Kalaupun tidak ingin bermain ponsel, yah disini kita bisa memperhatikan kemegahan bukit yang menjulang tinggi, sembari menghitung jumlah pohonnnya, eh maksud saya melihat jenis-jenis pohonnya. Selain itu kita bisa memperhatikan tingkah-tingkah para pengendara yang lalu-lalang. Dari sekian yang lewat pasti ada yang mengundang kelucuan, yang membuat diri senyum-senyum sendirian.

Tapi dari sekian kejadian disini yang paling menarik adalah ketika bertemu dua bocah kecil. Mereka gadis mungil yang lucu dan senang untuk bercerita. Dari merekalah banyak informasi yang saya dapatkan seputar tempat persinggahan kami. Dari obrolan bersama mereka jugalah kami tahu kalau bukit yang ada dihadapan ini bernama Bukit Binuah. Singkat cerita, akhirnya mereka menceritakan hobi dan juga cita-citanya yang membuat saya terharu sekaligus juga sedikit geli hati. Kenapa? Silahkan cek cerita mereka disini.

Hujan sudah mulai redah. Yah meskipun masih menyisakan gerimis dan awan mendung dimana-mana. Namun rasanya sangat disayangkan kalau tidak segera langsung melanjutkan perjalanan. Iya kalau hujan yang ditunggu hujannya berhenti? Kalau semakin lebat? Sekarang ini cuaca sulit untuk diprediksi. Seperti sikapnya kepadaku. Yak..

Kami pun pamit pada mereka. Meskipun memiliki usia yang jauh lebih mudah, namun mereka adalah seorang guru. Yang membagikan pengetahuan kepada kami disaat berteduh dalam perjalan panjang. Mungkin mereka layak diberikan julukan sebagai Mutiara Binuah. Yah ditangan merekalah masa depan tanah kelahirannya akan berlanjut.

Kendaraan perlahan berjalan, dari teras rumah yang setengah jadi itu mereka melambaikan tangan. Seakan-akan baru menyambut kedatangan anak presiden. Semoga saja suatu saat terbesik sebuah kabar kalau cita-cita mereka sudah tercapai.

Motor pun melaju dibadan jalan yang sebelumnya tidak pernah saya lalui. Karena merupakan jalan penghubung antar provinsi, tentunya jalan ini kemulusannya sangat dijaga. Kebayangkan bagaimana jika sedang melakukan perjalan jauh tapi jalan yang dilalui berlubang dimana-mana. Waktu tempuh yang harusnya hanya sehari bisa menjadi berhari-hari.

Meskipun jalannya bagus, tapi kehatian-hatian dalam berkendaraan itu harus tetap diperhatikan. Maklum jalan yang dilewati ini kadang meliuk-liuk dikaki bukit dan juga naik turun. Apalagi ini pertama kali kami melewatinya, bagaimana kondisi jalan didepan tentunya tidak tahu. Bisa saja didepan ada lubang besar atau mungkin saja ada sekelompok orang yang sedang bermain kelereng.

Hujan pun turun kembali, membersihkan debu dan polusi kendaraan di wajah kami. Hujannya sangat baikkan? Tapi ngomong-ngomong, setiap peristiwa itu memang selalu ada sisi positif dan negatifnya. Positifnya yang tadi sedangkan negatifnya adalah waktu perjalanan akan semakin bertambah. Dan ketika waktu semakin lama, maka biaya perjalanan juga ikut nambah. Lagi-lagi kami harus mampir berteduh sambil mengecek apakah wajah sudah bersih atau belum.

Akhirnya setelah melewati jalan lurus yang begitu panjang, tibalah kami disebuah persimpangan tiga. Persimpangan ini bernama Simpang Ampar. Jika belok kekiri akan menuju kearah Sosok sedangkan belok kanan adalah menuju Tayan sekaligus Ketapang. Nah, ditengah-tengah Simpang Ampar ini juga memiliki sebuah ikon yang sangat menarik. Yaitu sebuah patung pria Dayak yang memakai baju daerah sambil memegang mandau ditangan kanannya. Jadi kalau anda lewat disini bolehlah mampir sebentar untuk foto-foto.

Setelah persimpangan ini (belok kanan) terdapat sebuah masjid yang bisa disinggahi oleh umat muslim yang ingin melaksanakan ibadah dulu. Selain untuk melaksanakan kewajiban, dibagian belakangnya juga terdapat pelataran yang bisa digunakan untuk rebahan. Selain itu ada juga yang lagi makan bersama rombongan seperti yang kami jumpai.



Nah, kalau sudah sampai di Tayan rasanya kurang afdol kalau tidak singgah di spot wisatanya. Apalagi kalau bukan Jembatan Tayan? Tidak hanya desain jembatannya yang menawan, tetapi bentangan alam disekitarnya juga eksotis. Salah satunya adalah sebuah bongkahan batu yang cantik dengan view Jembatan Tayan dibelakangnya. Jadi usahakan kalian harus singgah disini juga yah. Cek cerita tentang Jembatan Tayan disini.

Karena waktu yang sudah sore, perjalanan menuju Ketapang kembali dilanjutkan. Meskipun belum puas menikmati keindahannya Jembatan Tayan, tapi lumayanlah sempat mampir sebentar dan menjepret beberapa foto. Tidak jauh dari lokasi telah berarak awan mendung yang akan menghampiri. Semoga saja perjalanan selanjutnya bisa lebih lancar.

Saya pun melajukan kendaraan. Semakin jauh dari arah Tayan, jalanan yang dilalui semakin tampak lengang. Rumah-rumah pun juga semakin sepi. Sesekali hanya tampak satu dua orang pengendara yang melesat laju berlawanan arah.

Siang pun perlahan diganti dengan waktu malam. Serangga-serangga penghias malam pada berkeluaran, berterbangan dan seakan-akan mengajak kami untuk balapan. Yang buat kesal dari binatang kecil ini adalah kalau sudah masuk mata. Halus sih, tapi perihnya sungguh luar biasa.

Waktu sholat maghrib telah tiba. Namun tak ada satu masjid pun yang kami jumpai didalam perjalanan. Sebenarnya tidak jauh dari Tayan tadi sempat lihat ada sebuah masjid, namun dikarenakan waktu sholat belum masuk, akhirnya kami melanjutkan saja perjalanan. Dan disinilah kami membuat kesalahan lagi, yaitu tidak mengatur kapan waktunya akan berhenti dan kapan akan melanjutkan.

Sekedar saran, buat kalian yang baru pertama kali pergi kesuatu tempat dan saat itu akan memasuki waktu sholat, saya saranin untuk segera singgah dimasjid yang dijumpai. Meskipun waktu adzannya 10 menitan lagi, tapi setidaknya tidak keteteran seperti kami. Apalagi waktu sholat maghrib itukan terbatas.

Ditengah gelapnya malam, motor kami lincah naik turun  melintasi jalanan. Kemudian berkelok dipunggung bukit dengan jurang dipinggirnya. Kondisi jalan seperti itu sudah biasa ketika memasuki wilayah pedalaman Kalimantan. Hal ini dikarenakan demografi daerahnya yang banyak perbukitan.

Oh iya, kalau sedang melakukan perjalanan disaat malam harus extra hati-hati. Selain dikarenakan banyak truk yang melaju kencang, tetapi juga kadang ada kendaraan motor yang tidak memiliki lampu. Alhasil kami dibuat kaget ketika kendaraan kami saling berpas-pasan dengannya. Saya kira itu adalah makhluk alien yang tiba-tiba muncul dihadapan, ternyata bukan. Selain itu, dipinggiran jalan juga biasanya ada pejalan yang sedang jalan santai. Jadi jangan sampai kepinggiran benar yah..

Perjalanan semakin jauh ke pedalaman. Berbeda dengan jalan-jalan yang ada dikota, disini penerangan jalan kami sungguh hanya bergantung pada lampu motor. Apa yang ada di pinggiran kiri kanan jalan pun tidak terlihat begitu jelas. Maklum, cuaca yang mendung membuat bulan dan bintang enggan untuk menampakkan dirinya.

"Kalau motor kita mogok gimana yah". Tiba-tiba Yansah dari bekakang bersuara.

Ini anak bicara apaan? Berani-beraninya ngomong yang sembarangan ditempat yang antah berantah. Bukankah ditempat yang belum kita kenali itu dilarang untuk sesumbar.  Untung saja saat itu saya yang membawa kendaraan. Kalau bukan, udah kena tonjok nih mulut bocah. Sahutan Yansah tersebut saya abaikan begitu saja dan kembali fokus membawa kendaraan.

Saya menatap layar speedometer. Memastikan bahwa bahan bakar kami tersedia cukup. Untunglah disana masih terlihat tiga balok. Setidaknya cukup membawa kami sampai ke tempat pengisian, meskipun itu cuma eceran.

Ada beberapa kampung yang kami lewati, namun tak ada satupun yang menjual bensin eceran. Dalam benak mulai was-was takut saja kalau bahan kendaraan kami habis. Pastinya kami harus mendorong motor diatas jalan yang menanjak. Jangan biarkan itu terjadi ya Allah..

Tidak hanya kendaraan yang mesti segera diisi, perut kami pun juga mulai meronta-ronta untuk diberi bagian. Kenapa pula tidak terfikirkan untuk makan dahulu ketika masih berada di Tayan. Mana ada pula penjual makanan ditengah-tengah hutan dan perkebunan sawit. Malam-malam lagi. Walaupun ada yang jual paling itu miliknya Suzana.

Ditengah kelaparan yang mendera, dari jauh tampak sosok hitam besar berdiri di pinggir jalan. Saya langsung memperbanyak istighfar dan tidak berani untuk melihatnya. Saya lebih fokus kearah jalan dan memperlaju kecepatan kendaraan. Tidak perduli jika kalau Yansah dibelakang tiba-tiba saja jatuh. Siapa suruh tidak mau membawa motor.

Jarak kami ke sosok besar hitam tersebut semakin dekat. Penampakan seperti ini tentunya bisa saja terjadi, apalagi dilokasi yang jauh dari pemukiman, tempatnya jin bertendang. Yansah dibelakang hanya santai saja, seolah-olah tidak melihat sesuatu. Apakah mata dia kabur sehingga tidak bisa melihat jelas ketika ditempat yang minim cahaya? Atau mungkin saya mendadak dibuka mata batinnya?

Dengan mengucapkan basmalah saya mencoba melihat sosok tersebut. Mumpung dekat dan diberi kesempatan untuk bisa melihatnya. Sayang juga kesempatan disia-siakan begitu saja. Betapa kagetnya saya ketika menoleh kearah tersebut, ternyata itu hanyalah pohon besar yang dari jauh tampak seperti makhluk. Kampret...saya dibuai oleh imajinasi sendiri.

Bersyukur, tidak jauh dari lokasi kejadian tersebut kami menemukan sebuah rumah makan. Tempat makan ini lumayan besar, dengan lantai keramik dan dinding beton berwarna krem. Tidak hanya menjual makanan, bensin juga tersedia disini. Saya lupa nama daerah yang kami singgahi ini, namun yang pastinya disini banyak terdapat sawit.

Baru saja memarkirkan kendaraan, Yansah langsung memanggil Mbaknya untuk isi bensin. Takut sekali dia stok barang tersebut habis dibeli oleh orang yang lewat. Sambil menunggu mbak mengisi tangki, saya memperhatikan belakang wanita yang berumuran 30-an itu. Bukan maksud berpikir yang ngeres, melainkan takut saja belakangnya si Mbak itu bolong. Dan Alhamdulillah, belakangnya sama seperti wanita pada umumnya dan kakinya pun masih jejak ke lantai.

Saya mendekati sebuah etalase sambil melihat menu-menu yang disajikan. Disini kita harus mandiri, alias ngambilnya sendiri. Tanpa waktu yang lama, sepiring nasi dan lauk sudah terkumpul. Lauk yang saya pilih pun hanyalah yang murah-murah saja. Menu andalan mahasiswa, yang penting murah dan kenyang.

Saya langsung duduk di bangku bagian dalam. Baru saja satu sendok makanan masuk dalam mulut, mbaknya sudah datang menghampiri. Menanyakan minuman apa yang mau dipesan. Saya pun langsung menjawab teh es sambil melemparkan sedikit senyuman, biar si mbaknya membuatkan minuman yang manis.

Apapun makananannya kalau dinikmati ketika lapar sedang akut tentu sangat terasa enak. Yah mungkin begitulah sedikit gambaran kami saat itu. Makan dengan sangat lahap dan tanpa meninggalkan noda yang membandel.

Setelah sempat juga buang air kecil dibekang dan menikmati hiburan televisi, saya langsung bergegas kekasirnya. Oh iya, saya mau kasi tahu. Jangan kaget jika harga makanan disini bisa mencapai dua kali lipat harga makanan di Pontianak. Hal ini dikarenakan harga-harga bahan pokok disini lebih mahal akibat rantai distribusi yang panjang. Pahamkan maksudnya?

Kami pun melanjutkan kembali perjalanan. Kali ini dengan suasana hati yang lebih tenang karena perut telah kenyang. Cuma saja, kalau perut sudah penuh begini bawanya ingin lebih lama bersantai atau menguap-nguap diatas kasur. Ya Allah, hilangkanlah rasa malas hambamu ini.

Waktu sudah menunjukkan hampir jam delapan malam. Rasa dingin yang menyapu kulit mulai lebih terasa. Sama seperti sebelumnya, jalan-jalan terlihat sangat lengang. Hanya kendaraan roda empat keatas saja yang sering dijumpai. Keadaan sunyi sepi inilah yang dimanfaatkan para pengendara itu untuk melaju kencang.

Didalam perjalanan kami juga sempat menjumpai sekumpulan truk yang sedang terparkir dijalan yang menanjak. Awalnya saya sempat mikir jangan-jangan itu merupakan segerombolan perampok. Maklum, ketika jalan menanjak membuat kecepatan kendaraan akan semakin berkurang. Tapi ternyata tidak, mereka malah tidak peduli ketika kendaraan kami tiba diatas. Paling mereka hanya melihat sesekali saja, baru setelah itu sibuk lagi dengan cerita serunya. Sepertinya truk-truk yang berbaris dipinggiran jalan tersebut adalah truk pengangkut sawit.

Tidak lama kemudian kami tiba di Balai Bekuak. Ini tandanya kalau kami sudah memasuki wilayah Kabupaten Ketapang. Jalanan yang tadinya terlihat sepi dan gelap kini terlihat lebih ramai dan terang. Ruko-ruko berderet disepanjang jalan dengan macam jualannya masing-masing. Ada yang menjual aneka handphone hingga lapak makanan pun mudah untuk dijumpai.

Balai Bekuak kami lewati begitu saja. Rasanya sih ingin singgah untuk sekedar ngopi dan wifi-an, namun karena alasan perjalanan yang masih jauh membuat keinginan tersebut diurungkan. Mungkin lain kali ada waktu yang tepat.

Jalanan kali ini tidak begitu lengang, lebih sering kali bertemu dengan para pengendara lainnya. Rumah-rumah pun lebih sering kami jumpai. Entah ada kegiatan apa, didepan kami semakin tampak ramai pemuda-pemudi yang berboncengan. Dipinggiran jalan pun terlihat orang-orang pejalan kaki yang sesekali berbicara pada rombongannya. Dari kejauhan, terdengar juga suara musik dangdut yang didendangkan.

Saya memperlambat laju kendaraan. Selain karena menjaga keamanan karena ramainya orang, melainkan juga penasaran terhadap apa yang membuat mereka berkumpul. Motor pun semakin diperlambat dan sedikit menepi agar tidak diseruduk kendaraan lain dari belakang. Tidak lucu juga kan kalau tiba-tiba saja kendaraan kami jatuh diantara keramaian massa. Belum lagi kalau sampai tejadi adu bacot antara kami dengan yang melanggar. Bisa-bisa kabar kejadian itu langsung viral di Pontianak informasi dengan judul 'Seorang pemuda memarutkan kulit durian ke seorang pengguna kendaraan'.

Diantara ramainya orang dipinggir jalan, ada seorang gadis yang meyapa kami dengan senyum manisnya. Mimpi apa semalam yak? Sebagai pendatang yang baik hati dan tidak sombong, tentunya saya membalas sapaan tersebut dengan senyuman terbaik. Lalu kemudian dia loncat-loncat kegirangan diantara teman-temannya.

Rasa keingintahuan membuat kami untuk mampir. Kendaraan pun diparkirkan diantara kendaraan para pengunjung yang lainnya. Tidak jauh dari kami, berdiri sebuah plang yang menyatakan kalau kami sedang berada di Balai Pinang. Saya dan Yansah pun segera masuk ke sebuah lapangan, membaur dengan para pendatang lainnya.

"Masih mau digoyang...?" Teriak seorang pembawa acara yang ada diatas panggung.

Sontak para penonton yang ada dilapangan berteriak 'masih'. Terutama para lelaki yang suaranya sangat terdengar jelas. Seorang biduan pun maju kedepan, sambil terlebih dahulu menyapa para fans beratnya. Lagi-lagi lapangan dipenuh oleh teriakan yang begitu histeris, mungkin hampir mirip dengan konsernya Lady Gaga. Tanpa menunggu lama sebuah tembang lagu yang berjudul Belah Duren pun dinyanyikan. Kebetulan saat itu pas lagi musimnya buah durian.

Rasa penasaran kami pun terjawab. Ternyata ini adalah pesta rakyat dalam rangka penutupan turnamen sepak bola. Oleh karena itulah, ramai muda-mudi  yang pada berdatangan kesini. Tidak hanya dihibur dengan alunan musik, disini juga banyak penjual minuman dan makanan ringan yang akan membuat malam santai lebih nikmat. Selain itu ada juga hiburan lempar kaleng dan permainan pasar malam lainnya.

Ada satu hal yang membuat saya kagum dengan para pengunjung disini. Banyak dari mereka yang datang dengan tampilan sederhana saja, memakai celana pendek dan sendal jepit. Tidak ada rasa gengsi tampak diraut wajahnya, yang ada hanya rasa riang karena bisa kumpul bareng bersama teman. Untuk ceweknya jangan ditanyakan lagi, jarang dijumpai mereka yang memakai warna merah dipipih. Mereka lebih tampak cantik alami, sesuatu yang disukai semua orang. Tapi sungguh, gadis-gadis Dayak disini memang terlihat sangat jelita.

Kami melanjutkan kembali perjalanan. Karena hari yang semakin malam tentunya membuat rasa dingin lebih terasa. Apalagi ini didaerah pedalaman yang masih banyak memikiki pohon. Hingga akhirnya kami berhenti ketika menemukan sebuah masjid didaerah Semandang Kanan. Lagian sudah dua waktu yang telah kami lalaikan.

22.30 WIB. Malam semakin larut dan badan pun semakin kalut. Kami akhirnya memutuskan untuk menginap di teras masjid. Ditemani dinginnya malam dan nyayian indah nyamuk, kami terlelap bersama rasa kelelahan.

Baca juga:
Perjalanan Panjang Menuju Ketapang Part 2

Media Sosial yang digunakan:


EmoticonEmoticon