Monday, June 6, 2022

Surgaku Tak Kaya Lagi

Tags

Menggunakan tongkat kayu, seorang wanita tua menyusuri kebunnya. Mendatangi satu-persatu pohon  yang hanya menyisahkan ranting. Diwajahnya yang sudah mengeriput, terlihat tetesan air mata. Saya tahu, ada kepedihan yang amat mendalam. Ingin rasanya beliau teriak, marah sejadi-jadinya. Namun diurungkan, karena tak tahu akan ditujukan kemana.


Salah Satu Pohon Durian yang Mati Karena Banjir


Saat itu, akhir bulan Juni 2020, hujan terus mengguyur wilayah Kalimantan Barat. Tidak terkecuali tempat saya, Kecamatan Segedong Kabupaten Mempawah. Alhasil, hanya waktu satu malam daratan mulai digenangi air, alias banjir. Bahkan rumah-rumah penduduk pun tidak luput darinya.


Keadaan banjir pun semakin parah disaat adanya 'banjir kiriman'. Ya, daerah saya topografinya adalah dataran rendah dan juga dibelah oleh sungai. Jadi wajar saja jika di daerah hulu terjadi hujan lebat, maka sedikit-banyaknya kami akan terdampak.


Adanya banjir tersebut tentunya berdampak pada banyak hal, terutama adalah ekonomi. Masyarakat yang sehari-harinya mengaup rezeki, terpaksa harus dihentikan. Terlebih sebagian besar masyarakat profesinya adalah petani yang pastinya tidak akan mendapatkan gaji tetap. Kerja dulu baru mendapatkan hasil.


Banjir yang biasanya akan cepat pergi malah betah untuk berlama-lama. Bahkan sudah lebih satu bulan. Bagaimana nasib masyarakat? Yah pastinya menderita. Adapun bantuan dari pemerintah hanya ditujukan untuk masyarakat yang rumahnya tenggelam. Padahal yang terdampak bukan hanya mereka saja, melainkan semuanya. Sebagian besar masyarakat juga terhenti aktifitas pekerjaanya akibat banjir. Dan pastinya juga mereka membutuhkan makanan untuk kelurganya.


Berbagai spekulasi pun bermunculan. Ada yang bilang, kalau lamanya banjir ini dikarenakan adanya perusahaan dihulu yang tentunya banyak menggarap hutan. Kalian pasti tahu pohon-pohon itu mempunyai manfaat yang besar. Tidak hanya sebagai penghasil oksigen, tetapi juga sebagai penyerap air. Spekulasi yang lainnya adalah di muara Sungai Segedong (Peniti) terjadi pendangkalan. Sehingga mengakibatkan keluarnya air tidak lancar.


Namun sayang, spekulasi diatas sepertinya kurang menarik bagi mereka yang berkuasa. Yang mereka lakukan hanya turun kelapangan untuk meninjau, kemudian membagikan sembako. Disaat jalan-jalan yang semakin tinggi mereka banggakan, eh malah air juga tidak mau kalah tinggi.


Lamanya banjir tidak hanya mematikan ekonomi saat banjir saja, tetapi juga dalam jangka yang panjang. Tanaman-tanaman petani yang lama terendam air menjadi mati. Jika hidup pun tentu tidak akan berbuah maksimal. Malah tidak berbuah. Kalau begini, dari mana masyarakat akan mendapatkan penghidupan untuk kedepannya?


Durian, manggis, rambutan, langsat, cempedak banyak yang mati disaat banjir melanda. Pohon kelapa pun juga terdampak. Hidup, namun tak mampu berbuah seperti biasanya. Padahal itu adalah sumber penghasilan utama bagi sebagian besar masyarakat. Sampan yang biasanya berisi dengan berbagai hasil kebun pun tergantikan dengan kayu kering. Parit yang biasanya banyak orang yang menarik buah kelapa kini berganti kayu hasil tebangan. Sungguh, surgaku tak kaya lagi.


Mungkin ada yang ingin bekata "kalau mati, yah ditanam kembali". Menanam pohon-pohon diatas tidak secepat yang kamu bayangkan kawan! Butuh waktu diatas lima tahun baru bisa merasakan hasilnya. Bahkan pohon durian dan langsat rata-rata berbuah diumur 15 tahunan keatas. Jika ditanam pun belum tentu bisa bebas dari yang namanya banjir.


Enam bulan yang lalu, banjir lebih tinggi dari pada tahun lalu kembali melanda daerah kami. Dia pun lagi dan lagi mumbunuh sisa-sisa pohon kami.


Oh, iya. Nenek-nenek yang meneteskan air mata diatas itu memang betul terjadi. Dan itu hanya salah satu tetesan air mata yang saya ceritakan. Sekarang, dari pagi sampai sore hari, suara gergaji mesin selalu berkumandang. Merobohkan satu-persatu pohon besar kami. Semoga surgaku segera pulih.

Media Sosial yang digunakan:


EmoticonEmoticon